POLIGAMI !
NAMANYA sederhana, Sujana. Pria berusia 36 tahun yang sehari-hari
punya profesi sebagai pedagang tanaman hias ini tidak setenar Aa Gym,
profesinya pun tidak berhubungan langsung dengan sesuatu yang berkaitan
dengan dakwah. Tetapi dalam hal jumlah istri, Mang Jana begitu
panggilan akrabnya, tidak kalah dengan Aa Gym. Mang Jana memiliki dua
orang istri. Istri terakhirnya ia nikahi tiga bulan yang lalu.
Baginya,
beristri lebih dari satu (poligami) adalah hal yang wajar sebab sudah
jadi tradisi keluarga. Ayah dan kakeknya adalah pelaku poligami.
Alasannya pun tidak semata-mata dalil keagamaan dan peneladanan
terhadap Nabi Muhammad.
“Yang membuat saya berpoligami adalah kedekatan saya dengan istri
kedua dan keluarganya semenjak saya kanak-kanak. Dengan berbagai
pertimbangan, akhirnya kami menikah sehingga akhirnya mempererat
silaturahmi kedua keluarga yang sudah berteman lama,.” Ujarnya sambil
menambahkan tentang prinsip keadilan yang disyaratkan Al-Qur’an. “Saya
yakin sepenuhnya bahwa saya sudah berbuat adil untuk istri-istri saya.
Sepanjang ingatan, saya juga telah berusaha sekuat tenaga untuk adil.”
Kalaupun ada dampak buruk, mang Jana menegaskan bahwa setiap masalah
bisa diselesaikan dengan baik asal seorang laki-laki mampu menjadi
pemimpin keluarga serta menggunakan prinsip keterbukaan sebagai
pendekatan utama.
Dalil AL-Qur’an
Banyak pelaku poligami mengedepankan argumen atau alasan pembolehan
menurut agama. Di sisi lain, dalil keagamaan ini ditentang oleh
kalangan feminis dan pembela hak-hak perempuan, salah satunya
Faqihuddin Abdul Kodir, pembela hak-hak perempuan yang tinggal di
Cirebon.
Menurutnya, Al-Qur’an hanya dijadikan justifikasi sebab kebanyakan
orang tidak memahami Al-Qur’an lebih dulu sebelum melakukan poligami.
“Yang sering didahulukan adalah nafsu, punya wanita idaman lain.
Minimal punya keinginan dulu baru cari argumentasi agar tidak mengalami
tentangan. Untuk menundukan orang yang menentangnya, digunakanlah dalil
Al-Qur’an” ujar Sekjend Fahmina Institute ini kepada RUAS.
“Poligami merupakan masalah sosial. Sangat tidak relevan ketika
Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 4 dipahami sebagai ayat poligami. Ayat
tersebut bukan membolehkan poligami, tapi justru mewajibkan keadilan
dalam berperilaku,” tuturnya.
Perilaku dalam ayat ini, pertama berperilaku adil pada anak yatim,
kedua perilaku adil dalam poligami, ketiga perilaku adil pada mahar
pernikahan. Ketiga-tiganya, Al-Qur ’an meminta orang untuk adil.
“Artinya, ketiga aspek ini sesungguhnya sudah ada di masyarakat,
poligami sudah lama ada sejak zaman jahiliyah, tidak perlu Al-Qur’an
turun untuk membuat orang berpoligami, laki-laki pasti bernafsu untuk
itu. Ketika kemudian laki-laki yang berkuasa, maka perempuan yang
ditundukan, poligami sudah terlaksana sedemikian rupa sebelum Al-Qur’an
turun. Al-Qur’an datang untuk memberi kualitas bahwa poligami jangan
semena-mena, sebab dulu laki-laki semena-mena dalam berpoligami,”
lanjutnya.
Meneladani Nabi
Menanggapi alasan peneladanan Nabi Muhammad SAW, Faqih tidak setuju
dengan pendapat ini. Menurutnya urusan pengelolaan nafsu tidak bisa
disejajarkan dengan alasan peneladanan.
“Kalau mau meneladani Nabi dalam hal poligami saat ini banyak yang
berbeda dengan perilaku poligami masyarakat kita, seperti berpoligami
setelah umur 40 tahun, hanya satu isteri Nabi yang perawan, sisanya
janda.
Lalu cara memperlakukannya, Nabi Muhammad SAW ketika berpoligami
benar-benar memperlakukan istri-istrinya dengan adil. Tapi poligami
yang terjadi sekarang jauh dari teladan Nabi. “Kalau mau meneladani,
ambil yang prinsipnya yaitu Nabi tidak mau melakukan kekerasan terhadap
perempuan dan adil, ini yang paling prinsip, dan peneladanan ini lebih
mudah dicapai dengan cara tidak berpoligami.”
Kecuali itu, kesalahpahaman dalam peneladan Nabi diperparah oleh
tindakan sebagian orang yang dianggap tokoh agama. Selain itu, ada
kelompok yang berusaha mengampanyekan poligami seperti yang dilakukan
oleh Puspo Wardoyo lewat Biro Konsultasi Keluarga Sakinah dan Poligami
(BKKSP) dan memberikan Poligamy Award kepada pelaku-pelaku poligami.
Meski dalam wilayah jurisprudensi Islam (Fiqih) poligami masih
dianggap legal, namun menurutnya dalam fiqih tidak ada pembahasan yang
panjang tentang poligami. “Yang ada hanya bab nikah dan laki-laki boleh
menikahi lebih dari satu sampai empat asal adil, titik. Tidak sampai
membahas manfaatnya akan masuk surga atau tidak. Imam Ghazali sendiri
menegaskan bahaya berpoligami. Meski punya satu istri tetap harus
hati-hati sebab “pernikahanmu, surgamu dan nerakamu.”
UU anti Poligami
Kekhawatiran banyak kalangan feminis akan dampak buruk poligami
sangat beralasan. Terutama terhadap perempuan. Kasus-kasus kekerasan
dalam rumah tangga banyak terjadi dalam keluarga poligami. Secara
normatif sangat sulit menerapkan konsep keadilan yang menjadi prinsip
dasar poligami.
Konsep keadilan lebih banyak ditentukan laki-laki. Kalau mau fair,
yang ngomong keadilan ya harus dari perspektif perempuan. Sebab
menurutnya, perempuan menjadi orang pertama yang mendapat persoalan
akibat poligami. Mereka terlukai tidak hanya dari sisi materi tapi juga
dari sisi mental.
Negara dalam hal ini cukup arif menyikapi masalah poligami dengan
cara mengatur syarat-syaratnya. Meski begitu, negara dinilai tidak
tegas mengatur masalah poligami. Terbukti dengan tidak adanya sanksi
bagi pelanggar aturan yang tertuang dalam UU Perkawinan. “Mestinya kalau
terjadi pelanggaran aturan maka harus ada sanksi hukum. Sayangnya, hal
ini tidak dilakukan negara.
Keadaan ini jelas tidak menguntungkan perempuan terutama di
Indonesia. Karena itu saatnya sekarang dibuat UU anti poligami untuk
melindungi perempuan muslim Indonesia. “Sudah saatnya wanita tegas di
hadapan teks yang dipelintir mereka yang berkepentingan dengan
poligami,” tandasnya. Tabik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar