Selasa, 29 November 2011

POLIGAMI

POLIGAMI !
NAMANYA sederhana, Sujana. Pria berusia 36 tahun yang sehari-hari punya profesi sebagai pedagang tanaman hias ini tidak setenar Aa Gym, profesinya pun tidak berhubungan langsung dengan sesuatu yang berkaitan dengan dakwah. Tetapi dalam hal jumlah istri, Mang Jana begitu panggilan akrabnya, tidak kalah dengan Aa Gym. Mang Jana memiliki dua orang istri. Istri terakhirnya ia nikahi tiga bulan yang lalu.
Baginya, beristri lebih dari satu (poligami) adalah hal yang wajar sebab sudah jadi tradisi keluarga. Ayah dan kakeknya adalah pelaku poligami. Alasannya pun tidak semata-mata  dalil keagamaan dan peneladanan terhadap Nabi Muhammad.
“Yang membuat saya berpoligami adalah kedekatan saya dengan istri kedua dan keluarganya semenjak saya kanak-kanak. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya kami menikah sehingga akhirnya mempererat silaturahmi kedua keluarga yang sudah berteman lama,.” Ujarnya sambil menambahkan tentang  prinsip keadilan yang disyaratkan Al-Qur’an. “Saya yakin sepenuhnya bahwa saya sudah berbuat adil untuk istri-istri saya. Sepanjang ingatan, saya juga telah berusaha sekuat tenaga untuk adil.”
Kalaupun ada dampak buruk, mang Jana menegaskan bahwa setiap masalah bisa diselesaikan dengan baik asal seorang laki-laki mampu menjadi pemimpin keluarga serta menggunakan prinsip keterbukaan sebagai pendekatan utama.
Dalil AL-Qur’an
Banyak pelaku poligami mengedepankan argumen atau alasan pembolehan menurut agama. Di sisi lain, dalil keagamaan ini ditentang oleh kalangan feminis dan pembela hak-hak perempuan, salah satunya Faqihuddin Abdul Kodir, pembela hak-hak perempuan yang tinggal di Cirebon.
Menurutnya, Al-Qur’an hanya dijadikan justifikasi sebab kebanyakan orang tidak memahami Al-Qur’an lebih dulu sebelum melakukan poligami. “Yang sering didahulukan adalah nafsu, punya wanita idaman lain. Minimal punya keinginan dulu baru cari argumentasi agar tidak mengalami tentangan. Untuk menundukan orang yang menentangnya, digunakanlah dalil Al-Qur’an” ujar Sekjend Fahmina Institute ini kepada RUAS.
“Poligami merupakan masalah sosial. Sangat tidak relevan ketika Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 4 dipahami sebagai ayat poligami. Ayat tersebut bukan membolehkan poligami, tapi justru mewajibkan keadilan dalam berperilaku,” tuturnya.
Perilaku dalam ayat ini, pertama berperilaku adil pada anak yatim, kedua perilaku adil dalam poligami, ketiga perilaku adil pada mahar pernikahan. Ketiga-tiganya, Al-Qur ’an meminta orang untuk adil.
“Artinya, ketiga aspek ini sesungguhnya sudah ada di masyarakat, poligami sudah lama ada sejak zaman jahiliyah, tidak perlu Al-Qur’an turun untuk membuat orang berpoligami, laki-laki pasti bernafsu untuk itu. Ketika kemudian laki-laki yang berkuasa, maka perempuan yang ditundukan, poligami sudah terlaksana sedemikian rupa sebelum Al-Qur’an turun. Al-Qur’an datang untuk memberi kualitas bahwa poligami  jangan semena-mena, sebab dulu laki-laki semena-mena dalam berpoligami,” lanjutnya.
Meneladani Nabi
Menanggapi alasan peneladanan Nabi Muhammad SAW, Faqih tidak setuju dengan pendapat ini. Menurutnya urusan pengelolaan nafsu tidak bisa disejajarkan dengan alasan peneladanan.
“Kalau mau meneladani Nabi dalam hal poligami saat ini banyak yang berbeda dengan perilaku poligami masyarakat kita, seperti berpoligami setelah umur 40 tahun, hanya satu isteri Nabi yang perawan, sisanya janda.
Lalu cara memperlakukannya, Nabi Muhammad SAW ketika berpoligami benar-benar memperlakukan istri-istrinya dengan adil. Tapi poligami yang terjadi sekarang jauh dari teladan Nabi. “Kalau mau meneladani, ambil yang prinsipnya yaitu Nabi tidak mau melakukan kekerasan terhadap perempuan dan adil, ini yang paling prinsip, dan peneladanan ini lebih mudah dicapai dengan cara tidak berpoligami.”
Kecuali itu, kesalahpahaman dalam peneladan Nabi diperparah oleh tindakan sebagian orang yang dianggap tokoh agama. Selain itu, ada kelompok yang berusaha mengampanyekan poligami seperti yang dilakukan oleh Puspo Wardoyo lewat Biro Konsultasi Keluarga Sakinah dan Poligami (BKKSP) dan memberikan Poligamy Award kepada pelaku-pelaku poligami.
Meski dalam wilayah jurisprudensi Islam (Fiqih) poligami masih dianggap legal, namun menurutnya dalam fiqih tidak ada pembahasan yang panjang tentang poligami. “Yang ada hanya bab nikah dan laki-laki boleh menikahi lebih dari satu sampai empat asal adil, titik. Tidak sampai membahas manfaatnya akan masuk surga atau tidak. Imam Ghazali sendiri menegaskan bahaya berpoligami. Meski punya satu istri tetap harus hati-hati sebab “pernikahanmu, surgamu dan nerakamu.”
UU anti Poligami
Kekhawatiran banyak kalangan feminis akan dampak buruk poligami sangat beralasan. Terutama terhadap perempuan. Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi dalam keluarga poligami. Secara normatif sangat sulit menerapkan konsep keadilan yang menjadi prinsip dasar poligami.
Konsep keadilan lebih banyak ditentukan laki-laki. Kalau mau fair, yang ngomong keadilan ya harus dari perspektif perempuan. Sebab menurutnya, perempuan menjadi orang pertama yang mendapat persoalan akibat poligami. Mereka terlukai tidak hanya dari sisi materi tapi juga dari sisi mental.
Negara dalam hal ini cukup arif menyikapi masalah poligami dengan cara mengatur syarat-syaratnya. Meski begitu, negara dinilai tidak tegas mengatur masalah poligami. Terbukti dengan tidak adanya sanksi bagi pelanggar aturan yang tertuang dalam UU Perkawinan. “Mestinya kalau terjadi pelanggaran aturan maka harus ada sanksi hukum. Sayangnya, hal ini tidak dilakukan negara.
Keadaan ini jelas tidak menguntungkan perempuan terutama di Indonesia. Karena itu saatnya sekarang dibuat UU anti poligami untuk melindungi perempuan muslim Indonesia. “Sudah saatnya wanita tegas di hadapan teks yang dipelintir mereka yang berkepentingan dengan poligami,” tandasnya. Tabik!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar