masalah sosial kemiskinan diindonesia
KEMISKINAN DI INDONESIA
Latar belakang masalah
Masalah
sosial adalah fenomena yang selalu muncul dalam kehidupan masyarakat.
Kemiskinan adalah fenomena yang sangat urgen bagi Negara Indonesia.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga macam konsep kemiskinan:
kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan subyektif.
(Sunyoto Usman: 2006). Seseorang termasuk golongan miskin absolut
apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang,
kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif
sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di
bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedangkan miskin relatif
dirumuskan berdasarkan the idea of relative standard,
yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Asumsinya adalah
kemiskinan suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya dan kemiskinan
pada waktu tertentu berbeda dengan waktu lainnya.
Dalam
konteks lain Kemiskinan kolektif juga terjadi pada suatu daerah atau
negara yang mengalami kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi
manusia dinilai sebagai penyebab keadaan itu. Kemiskinan musiman atau
periodik dapat terjadi manakala daya beli masyarakat menurun atau
rendah . Misalnya sebagaimana, sekarang
terjadi di negara kita Indonesia. Sedangkan, kemiskinan individu dapat
terjadi pada setiap orang, terutama kaum cacat fisik atau mental,
anak-anak yatim, kelompok lanjut usia
1. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Masalah
kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu
umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi
miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran
kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas
pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang
tersedia pada zaman modern.
Kita
ketahui bersama bahwa Negara kita Indonesia sebagai negara yang kaya
akan sumber daya alamnya, tapi kemiskinan sampai dengan sekarang belum
juga teratasi.
Tidak sulit untuk kita mengenali
kemiskinan dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita. Kehidupan
keluarga miskin, apalagi yang sangat miskin, terlihat berbeda dengan
yang tidak miskin. Ciri yang menyolok adalah soal sandang dan papan
mereka. Soal yang kadang tidak terlihat namun bisa dipastikan adalah
ketidakcukupan pangan dan gizi. Soal kekurangan yang bisa diduga adalah
lemahnya akses kepada layanan kesehatan dan pendidikan karena kesulitan
dana. Sedangkan soal yang samar namun terasa adalah kondisi psikologis
mereka yang sebagiannya sudah berevolusi menjadi sikap budaya sebagai
orang miskin.
Di
Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula
dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung,
gerakan terpadu pengentasan kemiskinan. Sekarang pemerintah menangani
program tersebut secara menyeluruh, terutama sejak krisis moneter dan
ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, melalui
program-program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dalam JPS ini masyarakat
sasaran ikut terlibat dalam berbagai kegiatan. dan akhir-akhir ini
adanya jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat) dan askeskin (asuransi
kesehatan miskin) tapi itu semua belum menjawab masalah kemiskinan.
Beradasarkan
Angka resmi Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka kemiskinan
di Indonesia sangat fluktuatif, pada tahun 1976 angka kemiskinan
Indonesia berkisar 40 % dari jumlah penduduk, tahun 1996 angka
kemiskinan Indonesia turun menjadi 11 % dari total penduduk. Pada saat
krisis moneter melanda negeri ini pada tahun 1997/1998 penduduk miskin
Indonesia mencapai 24 % dari jumlah penduduk atau hampir mencapai 40
juta jiwa. Tahun 2002 angka tersebut sudah mengalami penurunan menjadi
18 % dari total penduduk, memasuki tahun 2004 mengalami penurunan
menjadi 14 %. Akan tetapi angka resmi BPS berdasarkan sensus kemiskinan
tahun 2005 mencapai 35.1 juta jiwa atau 14,6 % dari jumlah penduduk.
Susenas BPS 2006 mencatat penduduk miskin di Indonesia mencapai 39,05
juta jiwa. (Robi Cahyadi Kurniawan).
Pada
Juli 2008, pemerintah melalui BPS, kembali merilis tentang data
kemiskinan terbaru. Pada Selasa, 1 Juli 2008, BPS mengumumkan jumlah
penduduk miskin Indonesia per Maret 2008, turun 2,21 juta orang
dibandingkan kondisi Maret 2007. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin
saat ini sebanyak 34,96 juta orang atau turun dibandingkan sebelumnya
sebanyak 37.17 juta orang. Ada dua argumentasi yang diungkapkan BPS
dalam rilis tersebut, seperti yang dilansir Harian Kompas, Edisi 2 Juli 2008.Pertama,
penurunan angka kemiskinan terjadi di pedesaan yang disebabkan
kestabilan harga beras dan kenaikan riil upah petani periode Maret 2007 -
Maret 2008. Kedua,
inflasi umum pada Maret 2008 terhadap Maret 2007 relatif stabil, yakni
8,17% dan rata-rata harga beras turun 3,01% pada periode yang sama.
Analisis BPS diperkuat dengan data bahwa 63% penduduk miskin tinggal di
desa dan sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Tentu saja rillis
terbaru pemerintah tersebut kembali menuai kritik. Dan, beberapa
pengamat ekonomi, seperti Ekonom Hendri Saparini menyatakan yang
dikutip Kompas, Edisi 2 Juli 2008 menggunakan beras sebagai
barometer pengukur angka kemiskinan merupakan penyederhanaan persoalan.
Walaupun ada program raskin (beras untuk keluarga miskin) dan bantuan
langsung tunai guna menutupi kebutuhan 2.000 kalori per hari untuk
konsumsi, tapi hal tersebut belum memperhitungkan kualitas hidup
masyarakat. Dan jika diamati data kemiskinan yang dikeluarkan pemerintah
untuk Maret 2008, saat itu harga BBM belum dinaikkan dan angka inflasi
belum setinggi saat ini.
Berbagai
patologi (penyakit) kemiskinan inilah yang menjadi masalah serius
bangsa Indonesia, kebanggaan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar
akan luntur apabila masalah ini tak segera diatasi. Sejatinya pemerintah
Indonesia tidak berpangku tangan melihat situasi seperti ini, berbagai
program penanggulangan kemiskinan sudah dilakukan. Program Pembinaan dan
Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Tabungan
dan Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Takesra-Kukesra), Program
Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan
Perkotaan (P2KP) pada tahun 2006 telah mencakup 39.282 desa/kelurahan di
2.600 kecamatan, Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa
Tertinggal (P3DT). (Kompas, Edisi 2 Juli 2008).
Akibat
krisis, jumlah penduduk miskin diperkirakan semakin bertambah di negara
kita ini, bahkan kita lihat bersama bahwa semakin berbondong-bondong
masyarakat pedesaan menuju ibukota negara (Jakarta) untuk mengadu nasib,
kendatipun harus tinggal dikolong jembatan. Setiap hari kita saksikan
bersama distasiun televisi dimana para pedagang kaki lima banyak digusur
alasannya karena merusak pemandangan kota. Dan itu juga bukan hanya di
ibukota negara saja namun juga di povinsi seluruh Indonesia. Sekarang
ada pertanyaan dari penulis sampai kapankah mereka harus lari dari
kejaran satpol PP (pamong praja)?. Mungkinkah Pemilu 2009, menentukan
nasib saudara-saudara kita, ini perlu jawaban yang penuh analisis.
2. Analisis Hubungan Sebab Akibat
Berdasarkan
dari identifikasi diatas dapat penulis analisis bahwa ada dua kondisi
yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan “alamiah” dan
kemiskinan “buatan”. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat
sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan
bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang
ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu
menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia,
hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi
sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu terfokus pada
pertumbuhan ketimbang pemerataan.
Dalam
analisis ini penulis juga kutip dari tulisan Awali Rizki tentang hasil
pidato kenegaraan presiden tentang Komitmen resmi Program Kemiskinan
dari Pemerintah : “Pemerintahan Presiden SBY sejak awal menyatakan
komitmen untuk menurunkan angka kemiskinan menjadi 8,2 % pada tahun
2009”. Secara konsisten dalam berbagai kesempatan, komitmen ini diberi
penekanan, seperti dalam Nota Keuangan, Pidato Kenegaraan, dan dokumen
resmi lainnya. Sebagai implementasi, ada banyak program disertai kucuran
dana yang telah dilaksanakan. (Awalil Rizki : 2008). Beragamnya
pengertian kemiskinan tersebut seolah menyadarkan kita bahwa bangsa
Indonesia ternyata miskin dari berbagai segi, tidak hanya miskin secara
kapital, akan tetapi juga miskin secara sosial, politik, kualitas SDA
(sumber daya alam), partisipasi bahkan kebebasan.
3. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Kesimpulan
dari makalah ini adalah bahwa masalah kemiskinan hanya dapat diatasi
dengan semakin meningkatkan utilitas dari warga negara (terutama dari
kalangan miskin) melalui pembukaan segenap akses yang diperlukan agar
produktifitas mereka semakin meningkat. Hal itu hanya dimungkinkan jika
tersedia fasilitas yang memadai untuk tersedianya komunikasi interaktif
dengan kelompok masyarakat miskin.
Konsep
utama yang dikembangkan dalam makalah ini mengajak untuk menjadikan
masalah kemiskinan sebagai masalah yang bersifat sistemik, yang harus
diselesaikan melalui dua pendekatan penting. Pendekatan pertama adalah
memberdayakan orang miskin untuk kemudian menjadi kontributor penting
dalam pertumbuhan ekonomi, dan menjadikan tugas tersebut tugas seluruh
institusi pemerintahan dan bukan kompartemen pemerintahan tertentu saja.
Khususnya pada tugas kolektif untuk memberikan akses pada terbentuknya
forum-forum masyarakat miskin yang difasilitasi oleh pemerintah maupun
lembaga swadaya masyarakat dan memberdayakan forum-forum sejenis yang
telah terbentuk. tugas tersebut tugas seluruh institusi pemerintahan dan
bukan kompartemen pemerintahan tertentu saja. Khususnya pada tugas
kolektif untuk memberikan akses pada terbentuknya forum-forum masyarakat
miskin yang difasilitasi oleh pemerintah maupun lembaga swadaya
masyarakat
memberdayakan
forum-forum sejenis yang telah terbentuk. Hal itu dapat diwujudkan jika
tersedia suatu fasilitas interaksi komunikasi melalui ketersediaan
forum yang memungkinkan adanya akses bagi masyarakat miskin untuk
memperoleh pembelajaran agar dapat meningkatkan produktifitasnya sesuai
dengan kondisi mereka masing-masing.
. Untuk dapat mengakselerasi program-program mengatasi kemiskinanan diatas maka setidaknya diperlukan empat rekomendasi kebijakan :
A. Sesuai
dengan konsep dasar yang dikembangkan dalam makalah ini, maka
rekomendasi kebijakan pertama diarahkan pada peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Hal ini dapat dicapai dengan sinergi kebijakan yang
mengakumulasi modal domestik, penanaman modal asing dan kebijakan
investasi yang diarahkan pada aktifitas industri yang produktif. Program
kerja yang dapat dilakukan antara lain: (1) mempercepat belanja negara
yang dialokasikan pada sejumlah proyek infrastruktur dan memberdayakan
usaha kecil menengah sektor-sektor produksi, (2) mendukung dan
memfasilitasi gerakan nasional penanggulangan kemiskinan dan krisis BBM
melalui rehabilitasi dan reboisasi 10 juta hektar lahan kritis dengan
tanaman yang menghasilkan energi pengganti BBM kepada masyarakat luas,
diantaranya umbi-umbian, tebu, kelapa sawit, dan sagu.
B. Rekomendasi
kedua adalah kebijakan penguatan sistem pendidikan nasional yang
berorientasi pada penciptaan lapangan kerja. Kebijakan pendidikan harus
diintegrasikan dengan kebijakan yang mengatur industri, ketenagakerjaan
dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan dari rekomendasi kebijakan
kedua ini adalah untuk mengkonversi individu miskin menjadi para
wirausaha yang produktif. Selain itu kebijakan ini juga ditujukan untuk
terus meningkatkan ketrampilan dari para individu miskin melalui
peningkatan kapasitas pengetahuan yang dimilikinya
Bentuk
program kerja yang dapat dilakukan antara lain: keberadaan kredit mikro
bagi para individu miskin yang dirancang dengan skema yang sedemikian
sehingga memacu produktifitas dan daya saing dari individu miskin
tersebut. Program ini dilakukan dengan koordinasi Bank Indonesia melalui
berbagai program keuangan mikro (microfinance) bersama bank-bank daerah
seperti: Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR).
C. Rekomendasi
ketiga adalah kebijakan yang mengatur pembangunan suatu kelembagaan
perlindungan sosial bagi warga negara. Rekomendasi ini diarahkan akan
terbangunnya suatu sistem yang melindungi kelompok miskin tertentu
dimasyarakat yang tidak memiliki sejumlah keterbatasan dalam akses ke
lapangan kerja, seperti misalnya orang cacat dan lanjut usia. Selain
itu, kebijakan ini juga menjamin adanya jaminan sosial bagi warga negara
ketika terjadi ketegangan ekonomi yang luar biasa. Bentuk program
kerjanya antara lain adalah jaminan asuransi, jaminan penanganan khusus
untuk pemberikan kredit bagi para cacat untuk wira usaha dan regulasi
lainnya terkait dengan upah minimum dan fasilitas minimum bagi para
pekerja.
D. Rekomendasi
keempat adalah kebijakan yang memungkinkan adanya akses untuk
menyuarakan aspirasi dan pendapat dari kalangan miskin. Kebijakan ini
diarahkan agar memungkinkan adanya dialog atau komunikasi dua arah
antara pemerintah dan kelompok masyarakat miskin, dengan cara ini maka
dapat diupayakan adanya pemahaman yang lebih baik antara kedua pihak,
yang berlanjut pada penanganan masalah kemiskinan yang lebih efektif.
Rekomendasi yang keempat ini cukup penting, karena kurang efektifnya
sejumlah solusi masalah kemiskinan dimasa lalu adalah sehubungan belum
berfungsinya dengan efektif sebuah mekanisme komunikasi interaktif yang
optimal yang sanggup mentransmisikan kepentingan masyarakat miskin
kedalam suatu tatanan program yang produktif. Sehingga masyarakat miskin
sering masih dianggap sebagai beban dalam suatu sistem ekonomi, adapun
konsepsi dasar yang dikembangkan dalam makalah ini adalah bagaimana
merubah total posisi masyarakat miskin yang tadinya sebatas beban dalam
sistem ekonomi tersebut, menjadi kontributor dalam pertumbuhan ekonomi,
khususnya melalui perannya yang semakin aktif dalam penciptaan lapangan
kerja melalui kewirausahaan (entrepreneurships).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar