Sabtu, 14 April 2012

KEINDAHAN DAN ESTETIKA

Keindahan atau estetika berasal dari kata Yunani yang berarti
merasakan, "to sense" atau "to perceive". Pengalaman keindahan
termasukk e dalamt ingkatp ersepsdi alamp engalamanm anusiab, iasanya
bersipatv isual (terlihat)a tau terdengar( auditoryw) alaupunt idak terbatas
pada dua bidang tersebut Pengalaman keindahan mungkin ada
hubungannydae nganr asa sentuh,r asa,a tau bau. pengalamank eindahan
mencakupp enyerapanp erhatiany ang menyenangkadna lam pengalaman
perceptuasl ejauhi a timbuld ari pandangany angs epid ari pamr-ithe rhadap
suatuf eiromenab, aik yanga lamiaha taupijny angd isebutm anusiaE. mosi
estesis dapat dibangkitkank arena hasil-hasikl eseniank etika seniman
berusairar rrerri rnbuikarrre sportsa, iau ciapaid iilangkitkano leh bermacamrnacamo
bjek atau pengalarnayna ng ieriadi: e:=ra tzk drtuangkannykae
dalan kehidLr!3.n-s ehsri_h21i.
Oi=angy a;g i"i:--mplinyaki onsep keindahan terbatas jumlahnya. Orang
tersebuts ibuk denganp emikirannyam engenai majinas!s, ebab imajinasi
merupakanti tik pusatk onsepk eindahanD. alamk eindahans, esuatuy ang
rendah dan tak bernilai dapat berarti, contohnya ountuno rokok. dapat
menjad"ib ahand asa/'k eindahan(d io lahm enjadhi asil/baransge ni,a tauj adi
judul sajak yang indah). Batasan keindahan sulit dirumuskan karena
keindahanit u abstrak.i dentikd engank ebenaranm. aka batas keindahan
terhentip adas esuatuy ang indah,d an bukannyap ada" keindahanse ndiri".
Keindahanm empunyadi ayat anky angs elalub ertambahK. onsepk eindahan
dapat berkomunikasdie nganp enciptanysae ndiris etelaha da bentuky ang
diberikano lehi mijinasiS. esuatuy angi ndaha dalaha badi,s ebaby angi ndah
memberikasnu ka cita yangm endalamd an dayat ariknyas elalub ertambah.
Sipaty ang irrcjaiar cjaiaiui rti!,et-satli,{ "y. tenkato leh perseor=ngznv,l 2.t!!
dan tempat.H al itu terladis ebabp adah akekatnyase tiapo rangd irnanapun
dan kapanpunm, empunyasi ikap yang sama dalam menghadapsi esuatu
yang indah, yaitu sikap simpati dan sikap empaty. Dalam membicarakan
manusrad an Tuhannyak,i tat idakl uputd arik ata-katain dah.M rsalnvaT uhan
35
memilikin orma-normyaa ng indah (Q:7:180,17.110;20D.5e)m. ikianp ula
bahwam anusiad iciptakanp aitngI ndah( Q:64:3)A. jaranT uhana dalahi ndah
(Q:39:55)A. l Qur'an mengandungb erita-bentpaa ling indah (e.j 2.3).
Demikianp uia kata inoahd iterapkanu ntukp ersatuano rang-oranbge riman,
paran abi,o rang-oranyga ngd engant ulusm enctntakle benarano,r ang-orang
yangm enyaksikakne benarana gamad alamk atad an perbuatand,a n orang_
orangy angs olehm erupakapne rsahabatayna ngs angatin dah.
Pendekk ata, keindahanm emilikdi imensii nteraksyi ang sangatl uas, baik
untuk hubungan manusia dengan benda, hubungan manusia dengan
manusiah, ubunganm anusiad enganT uhannyaa,t aupunb agim anusiait u
sendiryi angm elakukainn teraksi.


Manusia pada umumnya menyukai sesuatu yang indah, baik terhadap keindahan alam maupun keindahan seni. Keindahan alam adalah keharmonisan yang menakjubkan dari hukum-hukum alam yang dibukakan untuk mereka yang mempunyai kemampuan untuk menerimanya. Sedangkan keindahan seni adalah keindahan hasil cipta manusia (seniman) yang memiliki bakat untuk menciptakan sesuatu yang indah. Pada umumnya manusia mempunyai perasaan keindahan. Rata-rata manusia yang melihat sesuatu yang indah akan terpesona. Namun pada hakikatnya tidak semua orang memiliki kepekaan terhadap keindahan itu sendiri.
Keindahan tentang seni telah lama menarik perhatian para filosof mulai dari zaman Plato sampai zaman modern sekarang ini. Teori tentang keindahan muncul karena mereka menganggap bahwa seni adalah pengetahuan perspektif perasaan yang khusus. Keindahan juga telah memberikan warna tersendiri dalam sejarah peradaban manusia. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan membahas pengertian estetika, sejarah perkembangan estetika, serta hubungan antara manusia dengan estetika.


Mengenal Pengertian Estetika

Estetika adalah cabang ilmu yang membahas masalah keindahan. Bagaimana keindahan bisa tercipta dan bagaimana orang bisa merasakannya dan memberi penilaian terhadap keindahan tersebut. Maka filsafat estetika akan selalu berkaitan dengan baik dan buruk, indah dan jelek. Bukan berbicara tentang salah dan benar seperti dalam epistemologi.
Secara etimologi, estetika diambil dari bahasa Yunani, aisthetike yang berarti segala sesuatu yang dapat dicerna oleh indra. Estetika membahas refleksi kritis yang dirasakan oleh indera dan memberi penilaian terhadap sesuatu, indah atau tidak indah, beauty or ugly. Estetika disebut juga dengan istilah filsafat keindahan.
Emmanuel Kant meninjau keindahan dari 2 segi, pertama dari segi arti yang subyektif dan kedua dari segi arti yang obyektif. a. Subyektif: Keindahan adalah sesuatu yang tanpa direnungkan dan tanpa sangkut paut dengan kegunaan praktis, tetapi mendatangkan rasa senang pada si penghayat. b. Obyektif: Keserasian dari suatu obyek terhadap tujuan yang dikandungnya, sejauh obyek ini tidak ditinjau dari segi gunanya. Bagi Immanuel Kant , sarana kejiwaan yang disebut cita rasa itu berhubungan dengan dicapainya kepuasan atau tidak dicapainya kepuasaan atas obyek yang diamati. Rasa puas itu pun berkaitan dengan minat seseorang atas sesuatu. Suatu obyek dikatakan indah apabila memuaskan minat seseorang dan sekaligus menarik minatnya. Pandangan ini melahirkan subyektivisme yang berpengaruh bagi timbulnya aliran-aliran seni modern khususnya romantisme pada abad ke-19.
Menurut Al-Ghazali, keindahan suatu benda terletak di dalam perwujudan dari kesempurnaan. Perwujudan tersebut dapat dikenali dan sesuai dengan sifat benda itu. Disamping lima panca indera, untuk mengungkapkan keindahan di atas Al Ghazali juga menambahkan indra ke enam  yang disebutnya dengan jiwa (ruh) yang disebut juga sebagai spirit, jantung, pemikiran, cahaya. Kesemuanya dapat merasakan keindahan dalam dunia yang lebih dalam yaitu nilai-nilai spiritual, moral dan agama.
Kaum materialis cenderung mengatakan nilai-nilai berhubungan dengan sifat-sifat subjektif, sedangkan kaum idealis berpendapat nilai-nilai bersifat objektif. Andaikan kita sepakat dengan kaum materialis bahwa yang merupakan nilai keindahan itu merupakan reaksi-reaksi subjektif, maka benarlah apa yang terkandung dalam sebuah ungkapan “Mengenai masalah selera tidak perlu ada pertentangan”. Sama seperti halnya orang-orang yang menyukai lukisan abstrak, jika sebagian orang mengatakan lukisan abstrak aneh, maka akan ada juga orang yang mengatakan bahwa lukisan abstrak itu indah. Reaksi ini muncul dalam diri manusia berdasarkan selera.
Pada akhirnya pembahasan estetika akan berhubungan dengan nilai-nilai sensoris yang dikaitkan dengan sentimen dan rasa. Sehingga estetika akan mempersoalkan teori-teori mengenai seni.
Dengan demikian estetika merupakan sebuah teori yang meliputi:
a.    Penyelidikan mengenai sesuatu yang indah
b.    Penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni
c.    Pengalaman yang bertalian dengan seni, masalah yang berkaitan dengan
penciptaan seni, penilaian terhadap seni dan perenungan atas seni.
Dari pernyataan di atas, estetika meliputi tiga hal yaitu fenomena estetis, fenomena persepsi, fenomena studi seni sebagai hasil pengalaman estetis.
Sejarah Perkembangan Estetika
13232311641857191864Pada zaman Yunani Kuno sampai masa-masa kemudian filsafat keindahan menjadi begian dari metafisika (yakni cabang filsafat yang membahas persoalan-persoalan tentang keberadaan dan seluruh realita). Banyak metode dan istilah metafisika dipergunakan dalam filsafat keindahan. Filsuf yang mulai banyak membahasnya adalah Socrates (496-399 SM) dan Plato (427-347 SM). Istilah-istilah yang mereka pakai lebih umum sifatnya. Aristoteles, filsuf yang pernah menjadi guru Iskandar Agung, mempergunakan istilah Poetika. Kemudian hari muncul istilah-istilah seperti “art” dan “humaniora” yang mana istilah ini di negara-negara pemakai bahasa Inggris masih dijunjung tinggi bahkan dipakai sebagai nama jurusan The Humanities (yang menjadi orang muda lebih manusiawi).
Estetika di dunia Barat sama tuanya dengan filsafat. Khususnya dalam filsafat Plato. Masalah estetika memainkan peranan yang sangat penting. Keindahan yang mutlak menurut Plato hanya terdapat dalam tingkatan ide-ide dan dunia ide yang mengatasi kenyataan. Itulah dunia ilahi yang tidak langsung terjangkau oleh manusia, tetapi yang paling mendekati deskripsi para filsuf adalah pendekatan melalui dunia ide dengan harmoni yang ideal (Teeuw, 347:1984).
Dick Hartoko dalam bukunya Manusia dan Seni (1986: 15-17 ) mengemukakan perihal estetika yang meliputi pengertian dan juga asal kata dari istilah tersebut pertama-tama mengungkap Istilah anastesi yang terdiri atas dua bagian: “an” yang berarti “tidak” dan “aesthesis” berarti yang berarti “perasan, pencerapan, persepsi”. Jadi dapat disimpulkan bahwa tugas ahli anasthesi itu supaya pasien yang menjalani operasi bedah tidak merasakan sakit atau justru bisa tidak sadar diri. Kata “aesthesis” berasal dari bahasa Yunani dan berarti pencerapan, persepsi, pengalaman, perasaan, pemandangan. Kata ini untuk pertama kali dipakai oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1714-1762).
Filsafat estetika pertama kali dicetuskan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1975) yang mengungkapkan bahwa estetika adalah cabang ilmu yang dimaknai oleh perasaan. Walau begitu, dalam sejarah falsafah, tokoh yang paling berjasa merumuskan dan membangun pengertian estetika sebagai bidang falsafah adalah Hegel (1770-1831) seorang filosof idealis Jerman yang pemikirannya sangat berpengaruh pada abad ke-19 dan 20. Hegel inilah yang terutama sekali menghubungkan estetika dengan seni, sehingga pada abad ke-19 estetika tidak berkembang semata-mata sebagai falsafah keindahan, tetapi menjelma menjadi semacam teori seni .
Filsafat estetika adalah cabang ilmu dari filsafat aksiologi, yaitu filsafat nilai. Istilah aksiologi digunakan untuk memberi batasan kebaikan yang meliputi etika, moral, dan perilaku. Adapun estetika yaitu memberi batasan mengenai hakikat keindahan atau nilai keindahan. Baumgarten masih memasukkan pengalaman tentang keindahan dalam ilmu pengetahuan, namun ia merasa perlu  untuk menciptakan sebuah istilah tersendiri guna menunjukkan bahwa pengetahuan ini lain dari yang lain. Istilah ini juga berbeda dengan pengetahuan akal budi semata-mata.
Puncak awal perkembangan estetika sebagai salah satu bidang falsafah yang penting tampak pada pemikiran Immanuel Kant (1724-1784) Semenjak Kant, pengetahuan tentang keindahan atau pengalaman estetika tidak dapat ditempatkan di bawah payung logika atau etika, namun istilah estetika tetap dipertahankan. Adapun yang dimaksudkan dengan istilah itu ialah cabang filsafat yang berurusan dengan keindahan. Maka Alexander Gottlieb Baumgarten mengembangkan filsafat estetika yang didefinisikannya sebagai ilmu pengetahuan tentang keindahan. Hal ini dituangkan melalui karyanya yang berjudul Aesthetica Acromatica (1750-1758).
Hubungan Antara Manusia dan Estetika
Berbicara mengenai penilaian terhadap keindahan maka setiap dekade dan setiap zaman memberikan penilaian yang berbeda terhadap sesuatu yang dikatakan indah. Jika pada zaman romantisme di Perancis keindahan berarti kemampuan untuk menyampaikan sebuah keagungan, lain halnya pada zaman realisme, keindahan mempunyai makna kemampuan untuk menyampaikan sesuatu apa adanya. Sedangkan di Belanda pada era de Stjil  keindahan mempunyai arti kemampuan mengkomposisikan warna dan ruang juga kemampuan mengabstraksi benda.
Para Kawi zaman dahulu memakai kata Kalangwan atau Lango. Menurut professor Zoetmulder, tak ada satu bahasa yang demikian kaya akan istilah-istilah untuk mengungkapkan pengalaman estetika itu seperti bahasa Jawa Kuno. Bahkan dalam kalangan para penyair itu, keindahan dan pengalaman estetik dianggap sebagai sesuatu yang berasal dari surga yang pantas di sambut dengan sikap religius dan kebaktian “a real cult of beauty”. Bahkan membuat seni, menggubah syair, dianggap sebagai suatu tindakan kebaktian.
Akhirnya, manusia akan merasakan keindahan jika menyukai atau menyenangi sesuatu. Akan tetapi hal ini tidak mungkin berdampak baik dan buruk karena tidak bisa ditebak apa yang manusia sukai. Manusia pada hakikatnya menyukai kebaikan akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa manusia juga menyukai keburukan yang termasuk perilaku menyimpang.

http://www.gunadarma.ac.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar